Wednesday, 3 November 2021

Orang Politik Perlu Lebih Banyak Beristighfar

Oleh : Fajar Shofari Nugraha


Istigfar adalah satu amalan yang mulia. Ia memiliki kedudukan yang agung dan posisi yang utama dalam agama Allah. Ia adalah fondasi untuk memperoleh kebaikan dan keberkahan, mendapatkan kenikmatan, dan menghilangkan hukuman. Istigfar merupakan salah satu bentuk pengakuan kita sebagai manusia yang penuh salah dan lupa serta membimbing kita agar tidak berlaku sombong dan angkuh di dunia ini.

Istigfar menyucikan dosa dan menghapus catatan kesalahan, mengangkat derajat, dan meninggikan kedudukan di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda,“Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istigfar yang banyak.” (HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak istigfarnya, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. Nabi SAW bersabda,“Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dikir kepada Allah. Sesungguhnya aku beristigfar seratus kali dalam sehari.”

Dan dalam hadis lainnya dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata,“Kami pernah menghitung bacaan zikir Rasulullah SAW dalam satu majelis. Beliau ucapkan Robbighfirlii wa tub ‘alayya innaka anta tawwaabul ghofuur (Wahai Rabbku, ampunilah aku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat dan ampunan) sebanyak 100 kali.”

Lebih dari itu, ada sebuah riwayat yang membuat kita lebih merasa bangga akan pribadi Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata,“Aku tidak pernah melihat seseorang yang mengucapkan Astaghfirullah wa atubu ilaih (Aku memohon ampun kepada Allah dan aku bertobat kepadanya) lebih banyak dari Rasulullah SAW.”

Kehidupan Nabi Muhammad SAW penuh dengan istigfar setiap waktu sampai di akhir hayatnya beliau tutup dengan bertobat dan memohon ampun kepada Allah. Dari Ummul Mukminin Aisyah RA, ia mengisahkan akhir hayat Nabi SAW. “Aku mendengar Nabi SAW yang saat (menjelang wafat) bersandar kepadaku, beliau berkata,'Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang saleh.”

Sebagaimana kehidupan beliau dipenuhi dengan istigfar dan ketaatan, akhir hayatnya pun ditutup dengan istigfar. Hal ini sekaligus memberikan pelajaran kepada kita tentang kedudukan istigfar yang begitu agung di dalam agama Islam, dan betapa kita sangat memerlukan istigfar.

Sudah sepantasnya dan seharusnya kita memperbanyak istigfar di sepanjang waktu dan dalam setiap aktiviti yang kita jalani. Terlebih lagi pada waktu-waktu yang memang ditekankan untuk beristigfar, seperti: selesai salat fardu, pada sepertiga malam terakhir, serta waktu-waktu lainnya.

Sepuluh hari terakhir Ramadan merupakan salah satu kesempatan terbaik untuk lebih banyak lagi beristigfar. Karena, setiap Muslim dianjurkan untuk melakukan iktikaf di dalam masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Ini adalah momentum untuk memperbanyak istigfar dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kita renungkan begitu banyak salah dan lupa yang kita kerjakan. Begitu banyak kelalaian dalam memanfaatkan waktu yang diberikan Allah SWT kepada kita, padahal Allah SWT telah memberikan segalanya. Banyak orang mengeluhkan kesempitan dalam mengarungi kehidupan ini, kerana sedikitnya taubat dan kurang beristigfar kepada Allah. Kita sangat memerlukan istigfar dan senantiasa memperbanyaknya. Wallahu a’lam bisshowab.

No comments:

Post a Comment

Jangan jadi alat di akhir zaman

Pada akhir zaman ini, budaya fitnah dilihat berleluasa dalam masyarakat sehingga kadangkala sukar untuk mengenal pasti antara pihak yang ben...