Tokoh Melayu Riau, Alzaini Agus menyebut masyarakat Melayu sudah tinggal dan beranak pinak di Rempang, termasuk Pulau Galang dan Bulang, sejak lebih dari 300 tahun lalu. Mereka wujud serta menjaga nilai dan tradisi nenek moyang hingga hari ini.
Alzaini mengutip kitab Tuhfat An-Nafis karya pahlawan nasional Raja Ali Haji itu ditulis dengan Bahasa Melayu Arab pada tahun 1885, dan diterbitkan pertama kali pada 1890. Naskahnya juga diterbitkan pada 1923 untuk Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society, London.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang, dan Bulang adalah keturunan dari prajurit atau laskar Kesultanan Riau Lingga.
Mereka mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
Dia menyebut pada masa perang Riau I (1782-1784) melawan Belanda, penduduk setempat menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah, datuk Raja Ali Haji.
Kemudian, dalam Perang Riau II (1784-1787), mereka di bawah pimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah, ikut berjuang melawan Belanda.
Sultan Mahmud Riayat Syah kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Daik-Lingga pada 1787. Alzaini mengatakan saat itu Pulau Rempang, Galang dan Bulang dijadikan pertahanan terbesar dari Kesultanan Riau Lingga yang dipimpin oleh Engku Muda Muhammad, dan Panglima Raman.
Keduanya diangkat langsung oleh Sultan Mahmud.
"Kuatnya pertahanan di Pulau Rempang, Galang dan Bulang, sehingga pasukan Belanda dan Inggris tidak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau Lingga," kata Alzaini.
Beliau mengungkapkan pada Perang Riau I dan Riau II, nenek moyang mereka disebut sebagai Pasukan Pertikaman Kesultanan, semacam pasukan elite.
"Anak cucu prajurit itulah yang sampai saat ini mendiami Pulau Rempang, Galang dan Bulang secara turun temurun," ujarnya